Monday, September 22, 2008

Membenahi Sistem Asuransi

Apa yang membedakan nasib orang miskin Indonesia dengan orang miskin Amerika? Percaya atau tidak, bedanya hanya pada selembar kartu asuransi kesehatan. Setiap warga negara atau permanent resident di Amerika Serikat dibekali kartu asuransi bagi warga miskin dan kelas menengah atau pegawai pemerintah yang berlaku nasional dengan jaminan penuh. Dengan begitu, setiap kali warga negara Amerika Serikat harus dirawat di rumah sakit, negara akan menjamin seluruh biaya perawatannya. Darimana dananya? Asalnya dari pajak yang dipungut pemerintah dari rakyat.



Di Indonesia, meski ada asuransi kesehatan, masyarakat yang menikmatinya masih terbatas. Untuk pegawai negeri ada Asuransi Kesehatan (Askes), sedangkan untuk masyarakat ada Asuransi untuk Rakyat Miskin (Askeskin). Namun tidak semua biaya pengobatan ditanggung oleh Askes dan Askeskin, sebab sistem asuransi dalam dua asuransi ini masih terbatas dalam jumlah nominal. Jika biaya yang ditanggung sebesar Rp. 2 juta, sedangkan biaya mencapai Rp. 5 juta, maka si pemegang kartu masih harus mengusahakan lagi biaya sebesar Rp. 3 juta.

Dalam sistem pembiayaan kesehatan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain. Uniknya, banyak negara yang lebih muda, yang merdeka setelah Indonesia, memiliki sitem pembiayaan kesehatan lebih mantap, yang menjadi "model" dan berlaku secara nasional, seperti di Korea. Kenapa Indonesia tertinggal?



Sebenarnya Indonesia bisa menerapkan sistem asuransi kesehatan sosial model Jerman, yang dikenal dengan nama Bismarek Model. Model ini diterapkan di Korea dan Jepang dan mampu mencapai cakupan 100% penduduk. Ada beberapa prinsip universal dalam penerapan model ini. Pertama, kepesertaannya bersifat wajib bisa dimulai dari sektor tenaga kerja nonformal atau formal, untuk kemudian berkembang ke kelompok lain.

Kedua, iuran ditanggung bersama, diterapkan secara proporsional sesuai dengan tingkat pendapatan penduduk antara pemberi dan penerima kerja. Pendekatan seperti ini sebenarnya mengantisipasi perkembangan masa depan, ketika biaya pelayanan kesehatan akan menjadi amat mahal, sehingga tidak dapat ditanggung penerima kerja (sendiri) atau pemberi kerja (sendiri).

Prinsip ketiga, jenis santunan/benefit package berupa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis. Keempat, kegotongroyongan di antara peserta, antara kaya dan miskin, tua-muda, sehat-sakit, bahkan yang memiliki resiko sakit tinggi dan rendah. Kelima, badan penyelenggara juga harus bersifat nonprofit, sehingga lebih menguntungkan peserta. Sisa hasil usaha diperuntukkan bagi peningkatan pelayanan kesehatan, misalnya pembangunan saran kesehatan.

Dengan sistem ini, diharapkan pelayanan kesehatan bisa dijalankan dengan mengedepankan wajah sosial tanpa menghilangkan aspek ekonomi. Prinsip-prinsip itu memberi peluang kepada seluruh rakyat untuk memperoleh hak dan kewajiban ang sama, tanpa membedakan status sosial.



Beberapa Regulasi Askses dan Jamsostek amat baik dalam tahapan gagasan, namun ketika pelaksanaannya di lapangan perlu berbagai perbaikan dan penyempurnaan dibeberapa pihak. Administrasi Askes, Jamsostek dan Rumah Sakit.

Majalah Gatra, 21 Mei 2008.

No comments: