Thursday, December 09, 2004

Menggapai Sukses Bahagia Dunia Akhirat

Sukses bahagia dunia dan akhirat adalah merupakan cita-cita dan pengharapan terakhir bagi setiap hamba Allah yang beriman kepada-Nya. Sehingga dalam do'a pun kita sering mengungkapkan, "Ya Allah, datangkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkanlah kami dari adzab api Neraka". Sungguh sebuah pengharapan yang tulus dan ikhlas kepada sang pencipta alam Allah SWT.


Kita harus menyadari, bahwa untuk mencapai kesuksesan bahagia dunia dan tersebut, tidak hanya cukup dengan pengakuan, "saya telah beriman kepada Allah". Akan tetapi iman yang telah diucapkan harus dibuktikan dengan amaliyah nyata, senantiasa patuh dan tunduk dengan aturan main yang telah ditentukan Allah SWT. Sehingga untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, melalui Al Qur'an Allah SWT memberikan tuntunan kepada hambanya yang beriman. Sebagaimana yang terdapat dalam surah al Hajj ayat 77 yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, rukuk dan sujudlah kamu, sembahlah Allah dan perbuatlah kebaikan, mudah-mudahan kamu akan mendapat kebahagiaan".

Rasulullah SAW juga menganjurkan kepada umatnya agar berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga banyak hadis yang menyuruh umatnya, agar memperhatikan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sebagaimana dalam salah satu hadis Rasulullah, beliau menjelaskan, "Beramallah kamu untuk kepentingan duniamu, seolah-olah kamu hidup selamanya. Dan beramallah kamu untuk kepentingan akhiratmu seolah-olah besok hari kamu akan mati".

Hadis Rasulullah tersebut mempunyai visi dan misi yang cukup luas. Seorang Muslim tidak diperintahkan untuk beribadah terus menerus, sebaliknya tidak juga diperintahkan untuk mencari kekayaan saja, sehingga salah satu di antara keduanya terabaikan. Antara kebutuhan dunia dan akhirat harus ada keseimbangan, itulah sesungguhnya inti dari hadis Rasul tersebut.

Untuk itulah seorang Muslim dituntut untuk senantiasa optimis dan dinamis dalam menjalani dinamika realita kehidupan ini. Karena seorang Muslim pasti meyakini sepenuhnya, bahwa dibalik alam yang nyata (syahadah) ini, masih ada alam yang tidak bisa disaksikan dan tidak bisa diprediksi oleh manusia (metafisika), dan suatu saat manusia akan hidup di dalamnya.

Sesuai dengan itu, Allah SWT menjelaskan dalam Al Qur'an surah Yasin ayat 12 yang artinya, "Sesungguhnya Kami akan menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, Kami tuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)".

Untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak cukup dengan beramal saja. Akan tetapi, seorang Muslim juga dituntut untuk melandasi ibadahnya dengan ilmu dan aqidah yang mantap. Sebagaimana ditegaskan oleh Syaidina Ali Karomallohu Wajhahu, "Siapa-siapa yang ingin kebahagiaan di akhirat hendaklah ia berilmu, dan siapa-siapa yang ingin kebahagiaan dunia dan akhirat hendaklah ia berilmu dan beramal".

Akhirnya, setiap manusia mempunyai potensi dan peluang untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Itu semua tergantung kepada diri kita masing-masing, dalam mengelola dan memanfaatkan nikmat yang telah diberikan Allah. Besar kecilnya motivasi seseorang tergantung kepada sebesar apa cita-cita dan harapan masa depannya. Itu sebabnya, kebanyakan sikap yang statis (jumud), pesimis dan putus asa, lahir dari ketidak percayaan dan kurangnya motivasi seseorang dalam membaca masa depan yang dijanjikan Allah SWT.

Sikap tersebut tidak boleh terjadi pada diri seorang Muslim, karena orang Arab pernah menyampaikan dalam sebuah pepatah yang berbunyi, "Man jadda wa jada" siapa yang bersungguh-sungguh pasti mendapat. Pepatah tersebut memberikan inspirasi yang cukup besar nilainya, bahwa ternyata kesungguhan yang kuat, akan menghantarkan seseorang kepada yang dicita-citakannya.

Oleh karena itu, seorang Muslim harus senantiasa bersikap dinamis dan optimis dalam mewujudkan obsesi, meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Seorang Muslim juga harus mampu untuk membentengi diri dari rasa pesimisme dan kejumudan (sikap statis). Karena Rasulullah dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya, "Mukmin yang kuat, akan lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah".

Disadur dari mimbar jumat
http://www.waspada.co.id/serba_waspada/mimbar_jumat
/artikel.php?article_id=55174

Dengan catatan penting "Pakaian yang mahal belum tentu baik atau pakaian yang murah belum tentu hina, tapi pakaian taqwa yang utama. Pakaian yang dilandasi nilai kebenaran Alquran."

Wallahu Alam bisshawab.

KPTI, 9 Desember 2004

No comments: