Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Belum Berkualitas
JAKARTA, (PRLM).- Pemerintah kerap membangga-banggakan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disebut-sebut tertinggi kedua di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC). Namun, ternyata pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,9% itu dianggap belum berkualitas karena lebih besar ditopang oleh konsumsi rumah tangga dibanding investasi. Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Mudrajad Kuncoro, Ph.D mengatakan itu dalam Seminar Akademik "Keserasian Perencanaan Pusat dan Daerah" di Jakarta, Kamis (25/4/2013).
Kenaikan harga BBM diperkirakan akan menaikan harga-harga kebutuhan pokok dan transportasi. Konsumsi rumah tangga akan perlu berhemat lagi, ditengah tingginya bahan makanan. Sementara ekspor berkurang karena biaya modal produksi meningkat. Sektor jasa yang tidak memproduksi barang, menjadi salah satu alternatif di tengah inflasi uang kertas.
Membangun Ekosistem Industri Kreatif Digital
Untuk Indonesia, di industri manakah kita masih memiliki peluang yang besar untuk bersaing ? Jawabannya adalah industri kreatif. Dan ternyata industri kreatif ini memiiiki value yang tinggi dibanding industri lainnya. Demikian juga dengan pertumbuhannya. Industri kreatif di Indonesia saat inipun telah memberikan kontribusi 6.3% dari total Gross Domestic Product (GDP) dan memberikan kontribusi 5.8% dari keseluruhan tenaga kerja nasional. Namun sayangnya, dengan kondisi seperti ini Indonesia tertinggal 5 tahun dari negara-negara lain, seperti Taiwan, Korea Selatan, ataupun Cina (sumber Kementrian Perdagangan). Sebagaimana data dari Kementrian Perdagangan, terdapat 14 sub sektor industri kreatif, 7 diantaranya adalah industri kreatif digital yang dikenal dengan singkatan GEMASS ( Games, Education, Music, Animation, Software & Social Media).